Info Teknologi

Teknologi Budidaya Bawang Merah

Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat serta memiliki nilai ekonomi tinggi karena dimanfaatkan sehari-hari sebagai bumbu dapur atau bahan masakan dan berbagai kebutuhan rumah tangga yang lain. Bawang merah dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif bisnis yang menjanjikan dan juga prospektif. Tanaman ini diperkirakan berasal dari Asia Tengah dan Asia Tenggara.

Berdasarkan Morfologinya tanaman bawang merah merupakan tanaman yang memiliki akar berbentuk serabut, daunnya seperti pipa, berlubang, bagian ujung daunnya meruncing, dan berwarna hijau muda dan hijau tua bunganya tergolong bunga majemuk. Sedangkan secara sistematis Klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae,

Divisio : Spermatophyta,

Subdivisio : Angiospermae,

Class : Monocotyledonae, ordo : Liliaceae,

Family : Liliales,

Genus : Allium,

Species : Allium ascalonicum L.

Badan Litbang Pertanian sejak tahun yang 2010 telah menghasilkan aneka jenis Varietas Unggul Baru (VUB) bawang merah, diantaranya Maja (potensi 10,9 ton/ha, cocok untuk dataran rendah), Kuning (potensi 21,39 ton/ha, cocok untuk dataran rendah), Bima Brebes (potensi 9,9 ton/ha, cocok untuk dataran rendah), Katumi (potensi 24,1 ton/ha, cocok untuk dataran medium), Sembrani (potensi 24 ton/ha, cocok untuk dataran rendah sampai medium), Mentes (potensi 27,58 ton/ha).

 

Teknis Budidaya Tanaman Bawang Merah

Budidaya bawang merah memerlukan penyinaran matahari lebih dari 12 jam sehari. Tanaman ini cocok dibudidayakan di dataran rendah dengan ketinggian 0 - 900 meter dari permukaan laut. Suhu optimum untuk perkembangan tanaman bawang merah berkisar 25-32 derajat Celcius. Sedangkan keasaman tanah yang dikehendaki sekitar pH 5,6-7. Keberhasilan yang diperoleh dari budidaya bawang merah ini, tentu saja dihadapkan pada berbagai masalah (resiko) di lapangan diantaranya cara budidaya, serangan hama dan penyakit, kekurangan unsur mikro, dll yang menyebabkan produksinya menurun. Kuantitas produksi bawang merah berkaitan erat dengan ukuran dan banyaknya umbi yang dihasilkan. Kualitas bawang merah ditentukan oleh aroma yang tajam serta warna kulit umbinya. Untuk memperoleh kuantitas produksi yang optimal dan berkualitas maka perlu diperhatikan langkah-langkah budidaya bawang merah yaitu sebagai berikut.

Pemilihan bibit

Bibit bawang merah yang digunakan adalah bibit yang sehat, warnanya mengkilat, tidak keropos, serta kulitnya tidak luka. Bawang merah bisa diperbanyak dengan dua cara, yakni dengan menggunakan bahan tanam berupa biji dan umbi.

  1. Bawang merah yang dipilih adalah varietas yang adaptif dengan ukuran kecil atau sedang.
  2. Ukuran umbi bibit yang optimal adalah 3 - 4 gram/umbi.
  3. Umbi bibit yang baik yang telah disimpan 2 - 3 bulan dan umbi masih dalam ikatan (umbi masih ada daunnya)
  4. Umbi bibit harus sehat, ditandai dengan bentuk umbi yang kompak (tidak keropos), kulit umbi tidak luka (tidak terkelupas atau berkilau)
  5. Benih direndam dengan larutan Hormon Organik sehari sebelum tanam selama 10 menit.
  6. Setelah bibit ditiriskan, lalu ditaburi merata dengan satu bungkus (100 g) agensia hayati berbahan aktif Gliocladium + Trichoderma (Hendrata dan Murwati, 2008).
  7. Sebelum dilakukan penanaman, ujung umbi bawang merah dipotong 1/3 bagian atau sesuai kebutuhan.

Pengolahan tanah

Pengolahan dilakukan untuk menciptakan kondisi struktur tanah dan aerasi yang lebih baik langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.

  1. Lahan diolah dengan kedalaman ± 30 cm lalu diberi campuran kotoran sapi matang (2,5 ton/ha) + agensia hayati  berbahan aktif GliocladiumTrichoderma setelah itu dibiarkan selama seminggu.
  2. Selanjutnya tanah diratakan terlebih dahulu lalu dibuat bedengan dengan ukuran tinggi 25-35 cm lebar 70-80 cm dan panjang bedengan menyesuaikan dengan ukuran dan posisi jalan.
  3. Pemasangan mulsa plastik dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah dan menekan pertumbuhan gulma.
  4. Untuk mempermudah penyiraman jarak antar bedengan di buat dengan dengan lebar ± 50 cm.

Penanaman

Jarak tanam yang baik digunakan adalah 15 x15 cm, 15 x 20 cm atau 20 x 20 cm tehnik penanaman bawang merah yang benar adalah sebagai berikut,

  1. Sebelumnya tanah dibasahi dulu lalu dibuat lubang yang sudah diatur jarak tanamnya.
  2. Bibit ditanam dalam keadaan berdiri dengan jumlah bibit sebanyak 1 bibit per lubang.
  3. Penanaman sebaiknya jangan terlalu dalam, cukup ditutup tipis dengan tanah/pasi

Pemeliharaan

Pemeliharaan pada bawang merah dilakukan dengan cara penyiraman, penyulaman, penyiangan, pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit dalam budidaya bawang merah kegiatan pemeliharaan antara lain meliputi:

Penyiraman, penyiraman dapat dilakukan dengan gembor atau selang besar, dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore) atau sesuai kondisi tanah/tanaman terutama sehabis hujan atau turun embun untuk menghindari penyebaran penyakit Alternaria porii (trotol). Kunci dari penyiraman adalah memberikan air secara baik pada tanaman sehingga tanaman tidak layu atau sebelum tanaman mengalami stress

Penyulaman, dilakukan dengan cara mengganti tanaman bawang merah yang tumbuh abnormal atau mati dengan tanaman yang baru.

Pengendalian hama dan penyakit, pada dasarnya untuk mengatasi serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) menggunakan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), pestisida kimia dapat digunakan sebagai alternatif terakhir. Hama dan penyakit yang sering melanda tanaman bawang merah antara lain:

(a) Bercak ungu (Alternaria porii (ELL) Cif, mengakibatkan daun bawang kering dan mati, umbi berbentuk tidak sempurna (kecil - kecil) dengan gejala serangan bercak kecil, cekung, warna putih hingga kelabu pada daun, jika membesar bercak seperti membentuk cincin. Pengendaliannya dilakukan dengan menyemprotkan air bersih pada tanaman sehabis turun hujan, aplikasi fungisida berbahan aktif tembaga hidroksida dan Iprodion (kimia), aplikasi agensia hayati berupa Gliocladium dan Trichoderma.

(b) Bercak daun (Cercospora duddiae), mengakibatkan klorosis pada daun, gejala serangannya terdapat bercak pada daun berbentuk bulat, berwarna kuning terdapat pada ujung daun. Cara pengendaliannya dengan aplikasi fungisida berbahan aktif tembaga hidroksida dan iprodiom.

(c) Busuk daun (Peronospora destructor) akibat serangan daun menjadi kering dan mati dengan gejala serangan saat tanaman mulai membentuk umbi pada cuaca yang cukup lembab muncul bercak hijau pucat dan selanjutnya berubah menjadi kapang. Pengendaliannya semprot dengan air bersih sehabis hujan atau pada pagi hari sebelum matahari terbit. Aplikasi fungisida berbahan aktif metalaksil dan tebu konazold, aplikasi agensia hayati berupa Gliocladium dan Trichoderma.

(d) Rebah bibit (Phytium debaryanum Hesse), akibat serangan tanaman yang baru tumbuh akan busuk dan mati, gejala serangannya yaitu bibit di persemaian busuk, rebah dan selanjutnya akan mati dengan menjaga kelembaban disekitar persemaian agar tidak terlalu tinggi, aplikasi bakterisida, aplikasi agensia hayati berupa Gliocladium dan Trichoderma.

(e) Ulat (Spodophtera exigua) akibat serangan daun tanaman menjadi putus-putus atau robek dan rusak. Gejala serangannya terdapat telur ulat di sekitar tanaman, daun bila diteropong tampak bekas dimakan ulat. Pengendaliannya dengan memotong daun yang terserang dan dibuang di lokasi yang berjauhan, aplikasi insektisida yang berbahan aktif Klorpirifos, Tebufenosida, aplikasi agensia hayati yang berbahan aktif SE-NPV (Spodophtera Exigua-Nuclear Polyhedrosis Virus).

Pemupukan

Tanaman bawang merah sebaiknya dipupuk dengan Urea 150 kg/ha, ZA 200 kg/ha, SP36 150 kg/ha, KCl 150 kg/ha. Pemupukan diberikan 2 kali yaitu umur 7 hst 1/3 bagian dan 2/3 bagian diberikan pada umur 30 hst. Tanaman sebaiknya ditambah dengan Pupuk Organik Padat (POP) dosis 1 sdm untuk 1 gembor kapasitas 10 liter, dosis pupuk kimia dikurangi sepertiganya. Penambahan pupuk organik berupa pupuk kandang, kompos sebelum tanam atau saat pengolahan tanah dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan agregasi, meningkatkan daya memegang air serta memperkaya tanah dengan berbagai macam unsur hara hasil peruraian dari bahan organik yang dimasukkan ke dalam tanah. Umur 7 hst tanaman dapat disemprot dengan Pupuk Organik Cair (POC), dosis 4 - 5 tutup per tangki, selanjutnya tiap 7 – 10 hari sekali hingga 50 hst. (Widyaningsih)

Panen dan pasca panen

Panen dilakukan saat tanaman berumur 70-80 hari setelah tanam. Bawang merah yang siap panen ditandai dengan daun sudah mulai rebah dan umbi tersembul ke permukaan tanah. Cara memanen adalah dengan mencabut tanaman,bersihkan dari kotoran dan tanah, bawang merah diikat selanjutnya dijemur dibawah terik matahari langsung atau diletakkan diatas para-para. Umbi bawang merah dapat bertahan 1-2 tahun apabila penanganan pasca panen dan penyimpanannya dilakukan dengan baik. Salah satu cara penyimpanan yang baik adalah dengan menggantung di tempat yang kering atau meletakkan diatas para-para.

 

Pustaka  :

Sumarni, N. dan A. Hidayat. 2005. Panduan Teknis Budidaya Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 20 Hlm.

https://alamtani.com/budidaya-bawang-merah.html. Diakses pada tanggal 16 Mei 2016

https://www.tipsberkebun.com/cara-menanam-bawang-merah-yang-benar.html Diakses  pada tanggal 16 Mei 2016

https://babel.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=353:teknis-budidaya-bawang-merah-&catid=15:info-teknologi.Diakses pada tanggal 23 Mei 2016

https://cybex.pertanian.go.id/teknologi/detail/2029/teknik-budidaya-bawang-merah.  Diakses pada tanggal 23 Mei 2016

Untuk dapat bertahan 1-2 tahun bila penanganan pasca panennya baik.

Keong Emas Tingkatkan Produksi Entoq

Keong mas (Pomacea Canaliculata Lamarck) merupakan siput air tawar yang dikenal sebagai hama tanaman padi sejak berumur 10 hari setelah pindah tanam. Kerugian yang dicapai dari serangan keong mas menurunkan produksi gabah berkisar 16-40%. Perhitungan petani produktivitas padi menurun dari 6.000 kg GKP/Ha menjadi 3.600 kg GKP/Ha pada tingkat serangan keong mas 40%.

Read more: Keong Emas Tingkatkan Produksi Entoq

Potensi Limbah Pertanian Sebagai Pakan Ternak Sapi

 

Ketersediaan hijauan pakan ternak sering menjadi kendala dalam pengembangan ternak di Bali. Alih fungsi lahan di Bali mencapai 100 ha/tahun (BPS, 2013) sehingga berdampak pada penyediaan pakan ternak. Untuk mengatasi permasalahan pakan ternak salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan limbah sayur dan pakan lokal yang potensinya belum dimanfaatkan secara optimal. Limbah sayur yang diberikan oleh peternak di Dusun Sandan, Desa Bangli Kecamatan Baturiti, Tabanan umumnya antara lain limbah dari sayur hijau, kol, jerami kacang panjang, jerami padi, dan pakan lokal lainnya.

Potensi limbah sayuran dan jerami sebagai pakan ternak di Desa Sandan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan-Bali, seperti terlihat pada table berikut;

Tabel 1. Potensi Limbah Sebagai Pakan Ternak Di Desa Sandan, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan-Bali

No

Nama Limbah

Luas Tanam (are)

Produksi/ha (kg)

% Nilai Konversi

Produksi limbah (kg)

1

Sayur Hijau

15

30.100

10

452

2

Kembang  Kol

15

968

10

14,52

3

Jerami Padi (Ciherang)

40

8.000

100

3.200

4

Jerami Kacang Panjang

15

5.157

10

77,355

           

Sumber : Data primer diolah

Kandungan protein yang terdapat dalam sayur hijau, kembang kol dan kacang panjang cukup tinggi yaitu 23,29%, 16,62% dan 6,90%, sehingga kebutuhan protein dari pakan sapi yang terdiri dari campuran rumput raja, limbah sayuran dan jerami padi sudah tercukupi. Kualitas pakan sangat dipengaruhi oleh kandungan gizi pakan. Kualitas pakan yang berasal dari limbah sayuran dan sisa hasil ikutan agroindustri pertanian lainnya dapat ditingkatkan melalui inovasi teknologi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan sapi yang potensial untuk usaha penggemukan dan pembibitan.

Dari hasil kajian BPTP Bali di Dusun Sandan, Desa Bangli, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan-Bali menunjukan potensi limbah sayuran (sayur hijau, kubis, bunga kol dan kacang panjang) dan jerami padi dalam satu tahun sebanyak 7.487,8 kg mampu mencukupi kebutuhan 2 ekor ternak sapi selama 125 hari pemeliharaan. Jenis hijauan pakan yang ada di Desa Sandan sebanyak 10 jenis dengan kandungan gizi (protein 7 – 28 %) sangat berpotensi sebagai pakan ternak. Pemanfaatan limbah sayuran, jerami, dan pakan lokal lainnya dapat mengatasi kesulitan pakan pada musim kemarau, karena pakan lokal kebanyakan produksinya sepanjang tahun.

Sumber : Budiari dan Rai Yasa, Buletin Teknologi dan Imformasi Pertanian; Volume 13; Nomor 39; Agustus 2015

Basmi Cacing Pada Ternak Dengan Ekstrak Buah Pinang

      

Pinang sirih (Areca catechu Linn) merupakan jenis tanaman dengan nilai ekonomis tinggi dibandingkan jenis lainnya.  Penyebaran jenis pinang ini banyak terdapat di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara Timur dan Papua. Buah pinang sirih terdiri dari serat kulit yang membungkus bijinya.  Biji pinang mengandung berbagai macam  zat kimia antara lain tannin (11,10%), alkaloid (0,56%), lemak (13,90%), air (11,5%), minyak atsiri dan sedikit gula.  Tanin, lemak dan alkaloid merupakan komponen yang memegang peranan penting dan utama.  Alkaloid yang terkandung dalam buah pinang berupa minyak basa keras yang disebut arekolin bersifat kolienergik yang berfungsi memberi efek penenang.  Senyawa inilah yang berguna dalam pengobatan penyakit askariasis pada ternak.

PINANG (Areca catechu L)

Klasifikasi

  • Divisi : Spermatophyta
  • Sub divisi : Angiospermae
  • Kelas : Monocotyledoneae
  • Bangsa : Aracales
  • Suku :Palmae
  • Marga : Areca
  • Jenis : Areca catechu

Nama umum/dagang:   PINANG

Khasiat dan kegunaan   :

Cara pengendalian penyakit yang paling mudah adalah dengan memutuskan siklus hidup cacing pada tahap telur.  Cara lain yaitu dengan membuang  feces atau kotoran ayam agak jauh dari areal pemeliharaan agar telur-telur cacing tidak masuk ke dalam tubuh. Pengobatan pada ayam yang sakit ditujukan agar cacing yang berada dalam usus keluar bersama dengan telurnya juga menghindari infeksi cacing pada ayam.

Kandungan kimia

Didalam buah pinang seperti Arecoline yang merupakan sebuah ester metil-tetrahidrometil-nikotinat yang berwujud minyak basa keras. Dulu, zat tersebut digunakan dalam bentuk arecolinum  hydrobromicum yang berfungsi untuk membasmi cacing pita pada hewan seperti unggas, kucing, dan anjing, sebelum ditemukannya obat cacing sintetik, seperti piperazine, tetramisole, dan pyrantel pamoate. 

Senyawa kimia  lainnya yang terkandung dalam biji pinang adalah Arecaidine atau arecaine, Choline atau bilineurine, Guvacine, Guvacoline, dan Tannin dari kelompok ester glukosa yang menggandeng beberapa gugusan pirogalol. Sifat astringent dan hemostatik dari zat tannin inilah yang berkhasiat untuk mengencangkan gusi dan menghentikan perdarahan. (Sihombing, 2010)

Pinang dikenal sebagai stimulansia yang dicampur dengan sirih dan kapur atau terkadang dicampur tembakau.  Tetapi bagi peternak atau mereka yang berkecimpung di bidang peternakan walaupun belum dikenal secara meluas, pinang sangat besar khasiatnya, karena kandungan zat kimianya yang dapat digunakan untuk mengobati ternak yang sakit seperti penyakit cacing.

Cacing merupakan endoparasit yang sering menyerang manusia dan ternak, dan Ascaradia galli termasuk dalam klas Nematoda yang hidup dalam saluran pencernaan tepatnya pada dinding usus halus tubuh inangnya. Kerugian yang diakibatkan oleg cacing ternak adalah :

  • Kerugian ekonomis yang ditimbulkan akibat parasit cacing tersebut adalah pengurangan pertambahan bobot badan harian (average daily gain = ADG) mencapai 0,1 kg per hari,
  • Penurunan status reproduksi (calving interval menjadi lebih panjang), serta kematian pedet maupun sapi muda.
  • Kerugian  ekonomi   akibat fasciola  berupa penurunan berat badan dan karkas, produksi susu, gangguan reproduksi hingga kematian. Kerugian ekonomi yang disebabkan oleh Fasciola diperkirakan sekitar 153,6 milyar rupiah setiap tahunnya. Kerugian ekonomi tersebut berupa kerusakan hati, kekurusan, dan penurunan tenaga kerja pada sapi/kerbau yang terinfeksi.
  • Parasitisme internal ini mempengaruhi produktivitas dan reproduktivitas sapi betina, menurunkan daya tahan terhadap penyakit dan merupakan penyebab signifikan kematian pedet.

Gejala penyakit

Khusus pada ayam buras, jika terserang penyakit cacing penampilannya tampak pucat, lesu, kurus dengan sayap menggantung serta kondisi yang berangsur-angsur menurun hingga dapat menyebabkan terjadinya kematian.  Infeksi ini dapat menurunkan daya tahan tubuh ayam sehingga mudah terserang penyakit lain sehingga dapat menyebabkan kematian.

Pada ternak ruminansia seperti kambing, sapi dan kerbau penyakit cacingan muncul akibat infeksi parasit dalam yang ditimbulkan oleh cacing dengan gejala : nafsu makan yang bervariasi, gangguan pencernaan, turunnya kondisi (badan kurus), kulit kusam,bulu berdiri,  anemia, lapisan mukosa pucat, adanya kotoran di mata/belekan,  sembelit atau diare, batuk dengan gejala bronchitis kebengkakan di bawah rahang terus ke bagian perut.  Penyebabnya adalah cacing pita, cacing gelang (Neoascaris vitulorum), cacing lambung (Haemonchus contortus), dan cacing hati(Fasciola hepatica).

Ramuan 

Dalam pengobatan cacingan ini menggunakan biji buah pinang muda dan buah kering. Dalam  pengobatan ini biji pinang yang digunakan adalah biji yang tua dan kering dalam bentuk bubuk.   Pembuatan bubuk biji pinang dapat dilakukan sesuai dengan prosedur yaitu dosis biji pinang yang akan digunakan ditumbuk hingga halus, campurkan bubuk biji pinang dengan dosis air yang disarankan, pemberian dapat dilakukan dengan mencampurkan bubuk biji pinang dengan air minum setiap hari selama periode pengobatan. Namun ada cara lain yang bisa dilakukan yaitu dengan 2 gram serbuk dan biji Areca catechu L. diseduh dengan air matang panas ½ gelas, setelah dingin disaring. Hasil saringan diminum, biasanya larutan diberikan 1 bulan 1 kali untuk pemeliharaan. Untuk pengobatan larutan diberikan 1 kali sehari selama 2 - 3 hari dan biasanyaa cacing akan keluar dalam waktu 24-48 jam.

Secara tradisional, pengobatan askariasis dapat dilakukan dengan menggunakan biji pinang sesuai dosis yang tepat. Pemberian 0,5 bagian biji pining sirih ditambah 10 ml air dapat melumpuhkan cacing pada ternak kambing.  Sebaliknya pada ayam buras penggunaan biji pinang untuk mengobati askariasis sebagai berikut:

 Umur ayam

 Dosis pengobatan

 1-3 bulan

 0,125 bagian + 5 ml air

 3-6 bulan

 0,250 bagian + 7,5 ml air

 > 6 bulan

 0,500 bagian + 10 ml air


Pustaka

Naipospos, TSP. 2007. Kesehatan Hewan Untuk Kesejahteraan Manusia. Bogor ;Civas Press

Sihombing, J. 2010. Pinang dan Khasiatnya. Volume 25, Nomor 4, 2010. Jurnal Biologi Kemasyarakatan. Medan : Unpress.

Suska, Damen. 2013, Kasus Cacingan Pada Ruminansia Sapi, Kambing, Domba dan Rusa. Diakses dari  https://info.medion.co.id. 5 April 2015

Subcategories

Subcategories